zaterdag 17 mei 2008

Aprilsyah

Siapa sangka pagi itu keluarga besar Slamet akan mendapatkan berita yang mengagetkan. Seperti biasa aku berangkat diantar mas. Sesampainya di kantor aku keluarkan semua keperluan hari itu dari, mulai dari rokok, kopi, tempat pensil dan tentu saja handphone. Biasanya aku langsung buka handphone untuk melihat apa ada yang mengirim sms atau telpon. Tapi hari itu aku langsung ke ruang rokok untuk mendapatkan dorongan nikotin supaya hari ini bersemangat di kantor. Kembali dari ruang rokok aku periksa handphone dan ternyata aku dapat 3 missed calls …. dari bang Iwan. Aku pikir, kok tumben bang Iwan menghubungi aku, biasanya dia akan menghubungi mas dulu untuk keperluan apapun. Aku pun telpon ke rumah dan untung saja mas sudah sampai rumah.

Kaget dan tidak menyangka mas menyampaikan berita duka cita. Siapa lagi yang menghadap Allah SWT. Tapi benar-benar tidak disangka berita itu, karena mas menyampaikan bahwa Apai meninggal dunia karena stroke. Apa? Apai? Aprilsyah? Apainya kita? Aku tidak pernah menanggap berita duka cita adalah sebuah lelucon, jadi tidak terpikir olehku bahwa itu hanya sebuah gurauan. Tapi kali ini aku agak ragu. Apai meninggal? Tidak mungkin lah!

Tahun 1981-an, Bapak dan Mama memutuskan untuk menyekolahkan anak dari seorang kenalan di Medan. Mereka termasuk keluarga yang kurang mampu dan mempunyai cukup banyak anak. Mungkin saja dengan mendatangkan anak itu, Bapak dan Mama bisa terbantu apabila perlu sesuatu. Maka datanglah seorang anak laki-laki remaja dari Medan dan dengan logat Medan yang kental. Apai ……. Nama aslinya sih Aprilsyah, tapi dia biasa dipanggil Apai. Apai disekolahkan di SD dekat rumah, tapi dia ambil sekolah siang supaya pagi harinya bisa bantu mama. Kita pikir Apai bakalan tinggal hanya satu atau dua tahun saja, tetapi karena Apai anaknya yang supel maka dia banyak mendapat teman selama tinggal di Pondok Jaya. Entah itu teman sekolah, tetangga atau orang-orang yang biasa dia temui.

Apai juga yang menjadi ‘kurir’ aku untuk mengantar surat ke mana saja. Walaupun di rumah ada telpon, tapi sebagian besar temanku tidak punya telpon. Maklum deh namanya juga tahun 80-an. Kalau kita lagi ada di rumah dan ingin nonton video, maka tinggal panggil Apai saja, maka dia pasti tahu apa yang ingin kita tonton, terutama Bapak dan Mama. Untuk Mama, Apai menyewakan film India, sedangkan untuk Bapak Apai akan ambil film-film silat seperti Princess Cheung Ping yang pada masa itu sangat populer.

Begitulah Apai melewati masa SD, SMP dan SMEAnya bersama kita. Apai menjadi bagian dari keluarga Slamet. Selama dia tinggal di rumah, dia tidak pernah melakukan hal-hal yang aneh-aneh, mengingat – maaf nih – keluarganya itu sebenarnya kurang beres. Abangnya sering ditahan polisi, adiknya meninggal karena OD. Belum pernah terlihat Apai sedang minum, merokok apalagi ngebo’at.

Tetapi bukan berarti kita gak pernah gak ada masalah. Yang sering berantem sama Apai sih sebenarnya aku. Kadang-kadang aku sebel karena dia itu sering ngeyel dan keras kepala. Aku masih ingat. Waktu itu dia sedang mengepel garasi yang saat itu menjadi kamarnya Apai. Aku sangking jengkel sama dia, aku tendang embernya sampai airnya tumpah. Tapi dia kadang-kadang begitu baik sampai-sampai dia belikan obat gigi buat aku ketika gigiku lagi sakit.

Setelah lulus SMEA Apai mendapatkan pekerjaan dan dia memutuskan untuk mencari kos-kosan. Setelah Apai pindah, dia jarang datang, kecuali waktu Bapak dan Mama meninggal dan pada saat pernikahan aku dan adik-adikku. Kemudian dia lama tidak terdengar. Suatu hari dia datang bersama seorang perempuan bernama Erni yang sudah dinikahinya selama beberapa bulan. Tetapi walaupun jarang datang pasti di saat Lebaran Apai datang bersama keluarganya. Terakhir adalah Lebaran 2 tahun lalu. Ketika itu dia datang dengan membawa mobil. Aku lihat betapa bangganya dia berhasil membeli mobil, walaupun bekas taksi dari perusahaan dimana dia saat itu bekerja. Apai bekerja di Dian Taksi. Setiap kali aku naik Dian Taksi, aku selalu tanya kepada supirnya apakah dia kenal Apai. Jawaban selalu: ya.

Apai, Apai, tidak disangka Tuhan memberimu umur yang singkat. Aku tidak tahu apakah kamu sudah mendapatkan apa yang kamu impikan. Yang jelas kamu mempunya istri dan anak-anak yang pasti menyayangi kamu. Kamu mungkin satu-satunya anak dari orang tua kamu yang berhasil merangkak dari bawah untuk mendapat kehidupan yang lebih baik. Kamu bisa menjadi tauladan bagi saudara-saudaramu dan juga bagi kita semua yang ditinggalkan. Semoga kamu mendapatkan tempat yang terbaik di sana, dimana kamu bisa bertemu dengan orang tuamu, adik dan abangmu (Iwan dan Buyung), dan dimana kamu juga bisa bertemu dua orang yang selama hidupnya juga dekat dengan kamu. Kenangan tentang kamu akan melekat selalu. Jagalah Bapak dan Mama dan jagalah dirimu baik-baik.