donderdag 20 december 2007

Commercialized Offerings?

Awal bulan Desember alhamdulillah kita dapat rezeki lebih yang jumlahnya kita pikir sama dengan tiga ekor kambing ..... itu pikiran kita pada saat itu. Nah, kita akhirnya niatin untuk membeli satu ekor kambing dengan uang itu untuk dikurbankan pada hari raya Idul Adha. Seminggu sebelum hari raya, kita udah kasak-kusuk nanya sana nanya sini tentang harga kambing, bahkan sepupu gue, Pak Agus, datengin beberapa tempat penjualan hewan qurban. Tapi gue rasanya gak percaya banget denger harga yang diminta untuk satu ekor kambing ...... 1,5 juta Rupiah!!!!! What the ..... Gusti Allah, dua tahun yang lalu kita masih membeli kambing dengan harga 750 ribu Rupiah en sekarang udah naik dua kali lipat????? Kita perkirakan harga kambing itu berkisar antara 800 - 900 ribu rupiah, tapi 1,5 juta Rupiah ... that's impossible.

Memang sih 1,5 juta Rupiah gak ada artinya bagi mereka-mereka yang bisa nyabet bonus akhir tahun - baik secara halal maupun tidak - berpuluh kali lipat dari harga tiga ekor kambing, tapi buat kita-kita yang hanya menerima ekstra 2,4 juta untuk akhir tahun ... ya terpaksa mikir-mikir dulu, khan. I mean .... to be honest I'm not going to give all my extra money away for something that's not reasonable. Gimana kok bisa dalam dua tahun harga kambing bisa melonjak 2 kali lipat? Apakah ini berhubungan dengan kenaikan BBM? Oh, kambing minum bensin, ya? Apakah segitu mahalnya merawat seekor kambing atau pun puluhan kambing, sehingga para penjual kambing menaikkan harga yang melangit? Lagian kita beli kambing itu khan sekali setahun dan bukan untuk keperluan komersial tetapi untuk kepentingan agama. Sekarang gue berpikir gimana kita akan mampu menjalankan sesuatu yang telah digariskan oleh agama apabila segala aspek dalam kehidupan sehari-hari kita dikomersialisasikan.

Akhirnya kita putuskan untuk tidak membeli kambing. Gue gak mau membuat orang-orang itu tambah kaya dengan membawa-bawa nama agama. Gue gak rela!!!! Mendingan uang yang telah kita putuskan untuk membeli seekor kambing kita bagi-bagi aja kepada mereka yang betul-betul membutuhkan uang untuk keperluan sehari-hari mereka. En gue rasa Allah akan mengerti my point of view. Allah mungkin tidak akan terlalu kecewa melihat gue yang membatalkan niat berkurban hewan, Allah bahkan akan merasa lebih bersedih melihat umat-umatnya yang dengan cara apapun menghalalkan segalanya demi keuntungan yang banyak di saat-saat orang-orang ingin mengjalankan ibadah agama.

dinsdag 11 december 2007

To my babies

You are the angels I’ve been waiting for
You are bright and shining stars
You are the hope that I have dreamed about
You are my visions from afar

When you came, my babyies, I knew
It was God who fashioned you just so
My little miracles of dreams come true
Of perfection which He made in you

zondag 9 december 2007

Arisan sampe jam 2 pagi

Sejak tahun 2001 keluarga besar Tamihardjo (keluarga dari bokap) ngadain arisan keluarga supaya kita-kita ini semakin akrab. Tadinya cuma keluarga bokap gue, tapi akhirnya melebar sampe mertua gue, temen adik gue en sepupu dari pihak keluarga nyokap gue. Sampe sekarang arisan itu berjalan lancar en kita makin erat, walaupun kadang-kadang juga ada kerikil-kerikil tajam yang sedikit ganggu. Nah kemarin arisan diadain di rumah adik gue, Dini, di Bogor. Karena mo banyak yang ikut dari Jakarta, maka my hubby pinjem mobil ama adiknya. Berangkat rame-rame jam 3 sore en udara juga bagus. Oh iya gue buat Es Pisang Ijo .... jajanan dari Makasar.

Jam 6 sore barulah keluarga lain dateng. Kali ini arisan gak dikocok karena Oom Djun mau dioperasi en Tante Is perlu uang, jadi uang arisan dikasih aja ke Tante Is. Lumayan loh dapet arisan, Dini aja bisa beli N95 ;-) ...

Jam 12 malem kita mau pulang eh ... mobil gak bisa dinyalain. Tadinya kita tenang aja soalnya pasti bisa dinyalain lagi. Tunggu punya tunggu ternyata sampe jam 1 gak bisa juga distarter. Akhirnya kita putusin untuk minjem mobil Dini en mobil kita ditinggal. Sisanya ikut Bang Iwan, sepupu gue. Sampe di Jakarta udah jam 2 lebih. Pheeeew ..... baru kali ini kita ngerasain arisan sampe jam dua pagi.

vrijdag 7 december 2007

1966 ......


A broken hearted woman, Animah, left Indonesia for India in 1957 after her boyfriend left her for another woman. It was her sister, whose husband was posted in New Delhi as Defense Attaché, who asked Animah to go along with her and her family to the country where her ancestors came from.

One day she was introduced to Mr. Slamet, the assistant of the Defense Attaché, a quiet and handsome Javanese guy. Then the two met each other quite a lot and there was something growing between these two people. Yes ... it was love. Animah & Slamet made vows at Taj Mahal, built by a Mongul emperor named Sahah Jahan, for his wife Mumtaz Mahal.
After they returned to Indonesia, they got married in Jakarta in 1962. A lot of people wondered whether these two could get along well. Animah came from a quite wealthy family in Medan and she was a hard, stubborn woman with a beautiful smile. Slamet came from a simple farmer family in Purwokerto and he was a patient, quiet and understanding man with a friendly look. But it was their love that made their relationship stronger. Four year they had to wait before they could call themselves parents. In 1966 Animah brought a baby girl, Rina, to this world. Rina is a mixed product of two beautiful people ..... stubborn, lovely, patient, hard, friendly and course beatiful ;-)
Rina is not the only product, there are also Anto, DIni and Shanti. We are the ones who will keep Animah and Slamet's love going on living so that their grandchildren: Haykel, Nadya, Zalfa, Alia, Aila, Farel and few other come (heheh) still can remember them not of what they were but of who they were.